Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional, Update 2023 Wajib Tahu!!

Your Ads Here

 


Kredit Pemilikan Rumah pada awalnya merupakan produk bank konvensional sehingga dinamakan dengan KPR konvensional. Namun seiring dengan berkembangnya ekonomi syariah yang masuk ke Indonesia pada awal 1990-an, menyebabkan banyak lembaga keuangan baik bank maupun non-bank yang bermunculan dengan nafas syariah. Lantas, apa perbedaan KPR syariah dan konvensional?
Pada prinsipnya, dalam KPR Konvensional, lembaga keuangan membiayai terlebih dahulu biaya pembelian atau pembangunan rumah dari nasabah. Kemudian nasabah akan mencicil pinjaman yang telah diberikan dengan besaran suku bunga tertentu. Adanya suku bunga tersebut sebagai bentuk balas jasa dari lembaga keuangan yang telah memberikan pinjaman.
Sama dengan bank konvensional yang menjadikan KPR sebagai salah satu produk perbankan, bank syariah juga mengeluarkan produk serupa. Adalah Kredit Pemilikan Rumah syariah yang disediakan oleh bank syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS). KPR syariah dapat berupa pembiayaan jangka pendek, menengah, atau panjang guna membiayai pembelian rumah tinggal, baik baru ataupun bekas dengan prinsip/akad murabahah atau dengan akad lainnya.
Kehadiran KPR syariah ini tentu saja melegakan bagi sebagian masyarakat yang peduli akan syariat agama yang melarang penggunaan riba dalam setiap transaksinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya nasabah yang melakukan pinjaman kredit KPR ke bank syariah. Meski begitu, KPR bank konvensional yang terlebih dahulu ada tetap tidak kehilangan nasabahnya.
  • Apa Itu KPR Syariah dan Konvensional?
  • Perbedaan Proses Transaksi KPR Syariah dan Konvensional
  • Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional Secara Fundamental
  • Keistimewaan KPR Syariah

Apa Itu KPR Syariah dan Konvensional?


Apa itu KPR syariah dan konvensional dan dimana letak perbedaan KPR Syariah dan konvensional? KPR Konvensional adalah fasilitas pemilikan rumah yang dikeluarkan oleh Bank Pelaksana pada umumnya atau yang disebut dengan bank konvensional. Dalam operasional bank konvensional, sebagian besar ditentukan oleh kemampuannya dalam menghimpun dana masyarakat melalui pelayanan dan bunga yang menarik.
Sedangkan KPR Syariah adalah KPR yang ditawarkan oleh bank syariah atau Unit Usaha Syariah atau UUS dengan mengadaptasi prinsip syariah yang bebas dari riba. Pada penerapan pembiayaan kepemilikan rumah di bank syariah tidak menggunakan bunga melainkan akad. Ada berbagai jenis akad, seperti akad jual-beli (Murabahah), jual-beli dengan pesanan khusus (Istishna’), sewa-beli (Ijarah Muntahiyah Bittamlik), dan penyertaan-sewa (Musyarakah Mutanaqisah).
Untuk lebih jelasnya, KPR konvensional menggunakan prinsip bunga baik bunga flat maupun bunga efektif. Bunga flat adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu pada pokok hutang awal. Penggunaan sistem bunga flat ini menyebabkan porsi bunga dan pokok dalam angsuran bulanan akan tetap sama.
Bunga efektif merupakan kebalikan dari bunga flat, yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok hutang tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran per bulannya tetap sama. Namun, pada penerapan pembiayaan KPR di bank syariah tidak menggunakan bunga melainkan akad. Dengan semakin ketatnya persaingan antara bank konvensional dengan bank syariah dalam menawarkan produk KPR mereka, Anda sebagai calon nasabah harus teliti dan pintar.
Tentunya perbedaan kpr syariah dan konvensional sangat mencolok terkait bunga. Dimana KPR konvensional akan mengikuti naik-turun BI rate, sementara KPR syariah tidak memiliki hal itu

Perbedaan Proses Transaksi KPR Syariah dan Konvensional


Perbedaan yang paling signifikan antara KPR/KPA yang ditawarkan oleh bank konvensional dengan KPR syariah terletak pada proses transaksi. Pada KPR/KPA konvensional yang dilakukan adalah transaksi uang, sedangkan KPR syariah melakukan transaksi barang. Adapun, jenis akad yang umum digunakan dalam pembiayaan kepemilikan rumah dan apartemen di Indonesia adalah:

Akad jual beli atau akad Murabahah

Murabahah yaitu perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah dimana bank syariah akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara bank dan nasabah.
Dalam transaksi dengan menggunakan akad ini, bank syariah akan melakukan pembelian rumah atau apartemen yang diinginkan nasabah (bank bertindak sebagai pemilik rumah) dan selanjutnya menjual rumah atau apartemen tersebut kepada nasabah dengan cara dicicil.
Bank tidak mengenakan bunga kepada nasabah atas pembayaran cicilan yang dilakukan namun mengambil margin atau keuntungan dari penjualan rumah yang telah ditetapkan sejak awal. Dikarenakan prinsip akad murabahah yang digunakan ini, besaran cicilan yang harus dibayarkan oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu yang disepakati telah ditetapkan sejak awal bersifat tetap (besaran cicilan tidak berubah).

Akad Musyarakah Mutanaqisah (Kerja Sama – Sewa)

Musyarakah mutanaqisah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Dalam skema ini, bank dan nasabah bersama-sama melakukan pembelian rumah atau apartemen dengan porsi kepemilikan yang telah disepakati (misalnya: bank 80% dan nasabah 20%).
Selanjutnya, nasabah akan membeli rumah atau apartemen tersebut dari pihak bank dengan cara melakukan pengangsuran atau pencicilan dana menurut modal kepemilikan rumah atau apartemen yang dimiliki oleh bank. Hingga pada akhirnya semua aset kepemilikan bank telah berpindah tangan kepada nasabah. Besar cicilan yang dibayarkan oleh nasabah dengan skema ini ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah.

Akad lainnya: Istishna, Ijarah Muntahiyyah Bit Tamlik (IMBT)

Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai akad sewa.
Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik dapat dilakukan dengan pertama hibah dan kedua adalah penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa atau ketiga yakni penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad, dan penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dan tercantum dalam akad.
Pemilik objek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis objek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional Secara Fundamental


Saat akan mengajukan kredit pemilikan rumah, Anda bisa memilih jenis KPR yang sesuai dengan kebutuhan, baik KPR konvensional maupun KPR Syariah. Yang harus Anda ketahui bahwa KPR syariah mengadaptasi sistem jual-beli syariah yang bebas dari bunga dan riba. Dengan demikian, jelas bahwa KPR Syariah melayani proses pembelian rumah tanpa riba.
Dalam transaksi tersebut, bank syariah seakan membeli rumah yang diinginkan konsumen dan menjualnya kepada konsumen tersebut dengan cara dicicil. Kredit rumah di bank syariah juga tidak mengenakan bunga, namun bank mengambil margin keuntungan dari harga jual rumah.
Misalnya, Anda sebagai konsumen membeli rumah seharga Rp700 juta dan pihak bank syariah mengambil margin keuntungan Rp200 juta. Dengan demikian, uang yang harus Anda cicil selama masa tenor adalah Rp1 miliar dan dikurangi jumlah uang muka. Persamaan di antara keduanya adalah terkait syarat administrasi dan syarat dalam membuka kredit antara kedua bank, baik bank konvensional maupun bank syariah yang tidak banyak berbeda.
Tak hanya itu, prosedur pemberian kredit antara bank konvensional dan bank syariah juga tidak banyak berbeda. Adapun perbedaannya, hanya ada pada istilah seperti akad pada bank syariah. Lantas apa perbedaan antara KPR bank konvensional dan KPR bank syariah? Berikut ini tabel perbedaan signifikan antara KPR konvensional dan KPR syariah:
KPR KonvensionalKPR Syariah
Syarat dan ketentuan ditetapkan bank pemberi kredit. Berlaku hubungan kerja sama antara pihak nasabah dengan bank.Hubungan debitur-kreditur antara nasabah dengan bank tidak ditemukan pada bank syariah yang menerapkan hubungan kemitraan. Hubungan kemitraan yang diterapkan oleh bank syariah mengharuskan adanya transparansi atas penggunaan dan arah uang yang digunakan.
Suku bunga disesuaikan dengan naik-turunnya BI rate atau kebijakan bankMenggunakan prinsip akad Murabahah (jual-beli). Tidak mengenal sistem bunga sehingga cicilan tetap selama masa tenor.
Apabila konsumen terlambat atau menunggak pembayaran akan dikenakan sanksi berupa denda.Jika konsumen terlambat atau menunggak pembayaran, tidak akan didenda.
Tenor berkisar 5 sampai 25 tahunTenor berkisar 5 – 15 tahun

Keistimewaan KPR Syariah

KPR syariah memiliki fitur keistimewaan yang berbeda dengan KPR konvensional. Apabila Anda memilih akad murabahah (jual-beli) maka cicilan yang harus dibayarkan setiap bulan bersifat tetap dan tidak tergantung pada suku bunga Bank Indonesia (BI rate). Tentunya berbeda dengan KPR/KPA di bank konvensional yang suku bunga akan mengikuti naik-turun BI rate.
Kemudian proses permohonan yang mudah serta cepat, juga fleksibel untuk membeli rumah baru maupun bekas. Keistimewaan lain adalah plafon pembiayaan yang besar, jangka waktu pembiayaan yang panjang, dan termasuk fasilitas auto debit dari tabungan induk.
Dapat diringkas pula bahwa kelebihan KPR syariah adalah cicilan bersifat tetap, tidak tergantung pada suku bunga Bank Indonesia. Kemudian ketika ingin melunasi pembayaran lebih awal, bank syariah tidak akan mengenakan penalti atau denda seperti pada KPR konvensional. Anda pun dapat melakukan perencanaan keuangan bagi keluarga karena sifat cicilan yang tetap.
Uang muka lebih ringan dibanding KPR konvensional, yakni bisa hingga 10 persen, sedangkan pada KPR konvensional minimal 20 persen. Proses lebih cepat dengan persyaratan yang mudah sesuai dengan prinsip syariah. Meski proses lebih mudah dibandingkan dengan KPR konvensional, Anda juga harus mampu memenuhi syarat yang telah ditetapkan untuk bisa mengambil KPR syariah.
  • Warga Negara Indonesia (WNI) dan cakap di mata hukum;
  • Usia minimal 21 tahun dan maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo pembiayaan;
  • Tidak melebihi maksimum pembiayaan;
  • Besar cicilan tidak melebihi 40% penghasilan bulanan bersih;
  • Khusus untuk kepemilikan unit pertama, KPR syariah diperbolehkan atas unit yang belum selesai dibangun atau inden, namun kondisi tersebut tidak diperkenankan untuk kepemilikan unit selanjutnya;
  • Pencairan pembiayaan bisa diberikan sesuai perkembangan pembangunan atau kesepakatan para pihak; dan
  • Untuk pembiayaan unit yang belum selesai dibangun atau inden, harus melalui perjanjian kerja sama antara pengembang dengan bank syariah.
Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

Related Posts

Your Ads Here

Comments

Post a Comment